Tidak ada satu pun makhluk hidup yang
menginginkan adanya kriminalitas seperti kekerasan, intimidasi,
pelecehan seksual, penganiayaan, bahkan pemerkosaan. Segala bentuk
tindak kriminal tersebut bisa disebut dengan bully. Istilah bully berasal dari Bahasa Inggris yang artinya kekerasan atau intimidasi. Beragam bentuk bully
yakni fisik maupun verbal. Fisik bisa berupa pemukulan, penganiayaan,
pelecehan seksual, pemerkosaan, dsb. Sedangkan yang tergolong verbal
yaitu penghinaan, diskriminasi, bentakan, pemalakan, dan segala macam
bentuk tindakan yang bertujuan mempermalukan atau memojokkan sang
korban.
Di Indonesia berbagai kasus bully sudah tidak asing terdengar di telinga para pengamat media massa. News anchor
membacakan melalui media elektronik televisi, penyiar menjelaskan
melalui media elektronik radio, dan para wartawan menuliskannya di
berbagai surat kabar. Saya turut prihatin dengan kondisi bangsa
Indonesia yang mulai kehilangan moral dan iman di hati para penduduknya.
Terkadang hukum dan pemerintah kurang cepat dan cermat dalam mengamati
kasus bully di Indonesia. Akhirnya pelaku dan korban bully terus bertambah seiring berjalannya waktu. Semakin banyak yang jahat, semakin banyak pula yang tertindas.
Sebenarnya istilah bully mulai terdengar di telinga masyarakat khususnya saya baru sekitar beberapa tahun silam. Di mulai dengan kemunculan kasus bully di dalam sekolah yang dilakukan oleh senior kepada juniornya. Bully
di dalam sekolah biasanya dilakukan antar individu, antar kelompok atau
geng, dan kelompok terhadap individu. Tidak hanya itu, banyak juga
orang tua yang melakukan bully terhadap anaknya. Bahkan kebanyakan di
antara kasus tersebut dilakukan oleh orang tua kandung sendiri.
Baru-baru ini juga tersiar kabar mengenai kasus bully di jejaring sosial atau biasa dikenal dengan dunia maya. Walaupun saya bersyukur tidak pernah menjadi korban bully, tetapi banyak teman-teman saya turut menjadi korban bully
di jejaring sosial. Pelaku biasanya dengan mudah berbicara dengan
kata-kata yang kurang pantas, mengolok-olok dengan panggilan yang buruk,
menghina, bahkan menyudutkan sang korban. Entah pelaku adalah orang
yang sebelumnya sudah saling kenal atau belum kenal sama sekali, karena
saya menyadari bagaimana kehidupan di jejaring sosial itu sangatlah
luas.
Saya kurang paham dengan motif para pelaku melakukan tindakan bully, intinya moral dan keimananlah yang sangat dibutuhkan. Tidak sedikit korban bully
yang berdampak dengan timbulnya rasa minder, pemalu, tertekan atau
depresi, bahkan bunuh diri karena merasa dirinya sudah dipermalukan oleh
sang pelaku. Sebagai seorang mahasiswa di salah satu perguruan tinggi,
saya ingin memberikan pendapat dengan mendukung penuh Bunda Khadijah
melalui tulisan yang bertemakan Stop Cyberbully. Saya harap hukum dan pemerintah dapat bekerja sama demi menuntaskan kasus bully
dan menggunakan hukum dengan seadil-adilnya. Untuk para korban bisa
membuka lembar baru untuk tidak terus mengingat kejadian-kejadian yang
menimpanya di waktu lampau. Mereka juga harus mulai berani untuk
mengungkapkan apapun yang mereka rasakan tanpa ada rasa takut dan cemas.
Mulailah membuat sebuah tulisan untuk data pribadi, itu akan membantu
meringankan beban yang selama ini mereka pendam sendiri. Semoga tidak
ada lagi kasus-kasus demikian dan mari tegaskan Stop Cyberbully!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar