Jumat, 10 April 2015

Peran globalisasi lewat media massa terhadap nasionalime dan cinta budaya


Indonesia adalah negara dengan beragam budaya, itulah yang menjadi ciri khas bangsa kita di mata dunia. Namun sayangnya, seiring berjalannya waktu masyarakat Indonesia sendiri mulai lebih mencintai budaya -khususnya kesenian- luar negeri dan melupakan budaya -terlebih di bidang kesenian- dalam negeri. Apa faktor terbesarnya dan apa solusinya?
Media bertugas untuk menyampaikan berita, inilah yang menyebabkan globalisasi (mendunia). Masyarakat dari golongan bawah sampai atas jadi tahu tentang apa yang terjadi di seluruh dunia. Media lah yang banyak memperkenalkan budaya luar, dan -kebetulan- media adalah yang paling banyak dan paling sering dikonsumsi masyarakat. Karena itulah media berpengaruh paling besar terhadap berbudaya
Namun sedikit sangat disayangkan jika dari banyaknya media massa yang ada saat ini hanya sedikit yang menunjukan karakter ke- Indonesiaan, dan tidak sedikit yang lebih banyak membawa budaya asing dan/atau sekedar menjadi corong dari kepentingan pemilik media tersebut dalam menyampaikan
ide gagasannya.
Media harus indepeden, berkarakter dan jujur dalam memberikan informasi kepada masyarakat serta mampu mengajak dan menumbuhkan rasa kebangsaan dan cinta tanah air kepada generasi muda dengan memberikan liputan yang berimbang dan objektif untuk mendorong pemahaman wawasan kebangsaan. Sehingga muncul rasa “kebangkitan nasional” dalam generasi muda untuk berusaha belajar, meraih prestasi, dan kemudian berkarya untuk mengisi pembangunan bangsa. Kita menyadari bahwa rasa kebangsaan dan nasionalisme yang terangkum dalam wawasan kebangsaan sudah semakin luntur didalam masyarakat, akibat kemajuan teknologi melalui media massa yang tanpa disadari telah memasukkan budaya yang tidak sesuai dengan kultur bangsa.
Pers yang sangat akrab di kehidupan masyarakat sudah seharusnya dapat menggerakkan kembali roda Nasionalisme kita, dalam hal ini Nasionalisme yang bukan lagi berkaitan dengan penjajah atau terutama terhadap perilaku ekspansif atau agresor negara tetangga, melainkan nasionalisme saat ini adalah usaha untuk mempertahankan eksistensi bangsa dan negara akibat memudarnya identitas bangsa kita. Dengan mengangkat berita-berita yang bertemakan kebudayaan, membuat masyarakat paling tidak mengetahui kebudayaannya sendiri, semakin seringnya masyarakat disuguhi berita mengenai kebudayaan maka dapat meningkatkan minat masyarakat untuk lebih mengetahui, mendalami dan melestarikan kebudayaan milik kita. Dengan mengetahui dan melestarikan kebudayaan tersebut kita tidak perlu lagi khawatir dengan pengklaiman kebudayaan oleh Negara tetangga. Meningkatnya rasa cinta tanah air dapat meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan sehingga semakin meminimkan kemungkinan- kemungkinan untuk terjadinya kerusuhan- kerusuhan yang saat ini banyak terjadi.
Dulu 30-60an yang lalu, anak-anak berebut menyanyikan lagu Indonesia Raya di depan guru. Dulu remaja-remaja berlomba-lomba menampilkan dan memainkan kesenian daerahnya. Ntah untuk menghibur orang di jalan, atau untuk pentas di panggung, atau sekedar menyalurkan hobi. Dulu orang dewasa tak kalah khidmat ketika memberi hormat bendera, saat upacara atau sekedar menunjukkan rasa hormatnya. Tapi apa yang terjadi sekarang?
Bukti nyata dari pengaruh globalisasi itu, antara lain dapat disaksikan dari gaya berpakaian, dan
gaya berbahasa masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda yang sudah berubah yang kesemuanya itu diperoleh karena kemajuan tehnologi informatika dan komunikasi khususnya pada media masa. Globalisasi media dengan segala nilai yang dibawanya seperti lewat televisi, radio, majalah, koran, buku, film, VCD, HP, dan kini lewat internet sedikit banyak akan berdampak pada budaya dan kehidupan masyarakat Indonesia.
 Pemuda-pemudi sekarang justru lebih sibuk dengan misalnya K-Pop, Anime, dorama Jepang, dan lain-lain. Bisa dihitung dengan jari siapa yang masih sibuk melestarikan budaya Indonesia.
Kemudian remaja-remaja juga lebih banyak menghabiskan waktunya dengan gadgetnya masing-masing dibanding menghabiskan waktu bersama keluarga. Jadi seperti itu lho, contoh akibat globalisasi yang mempengaruhi budaya kita.
Bagaimana media massa tidak berperan banyak?
Media massa selalu berlomba-lomba agar mereka diperhatikan, tentu supaya rating mereka naik dan mereka untung. Caranya adalah menampilkan berita yang paling disukai masyarakat, yaitu tentang budaya luar. Karena masyarakat sudah terlanjur suka budaya luar, mereka akan sediki menampilkan budaya dalam negeri, mereka tidak akan untung karena kurang dilihat.
Jadi, apa solusinya?
1. Media massa boleh tetap menampilkan, memperkenalkan tentang budaya luar dengan filter yang jelas, serta hanya menampilkan bagian positif dari berita tersebut.
2. Setiap stasiun seperti radio, televisi, koran, dan lain-lain boleh tetap menampilkan budaya luar, namun harus tetap menampilkan dan dengan menumbuhkan rasa cinta masyarakat terhadap budaya dalam negeri, misalnya dengan cara mempromosikannya, menayangkan tentang sejarah Indonesia, dan lebih banyak menampilkan tentang budaya dalam negeri dibanding budaya luar dengan porsi 60 : 40 persen.
3. Tapi yang lebih penting lagi adalah ketegasan Pemerintah dalam menerapkan hukum baik Undang-Undang Pers, Undang-Undang Perfilman dan Undang-Undang Penyiaran secara tegas dan konsisten disamping tentu saja partisipasi dari masyarakat untuk bersama-sama mencegah dampak buruk dari globalisasi media yang kalau dibiarkan bisa menghancurkan negeri ini.
Kesimpulan dari tulisan saya, hendaknya kita memfilter setiap kebudayaan yang dating dari luar apakah sudah sesuai dengan kepribadian bangsa atau belum, dan hendaknya media massa sebagai konsumsi terbanyak masyarakat memperhatikan apakah tayangan sudah berkualitas dan membentuk karakter atau belum, serta tetap lebih banyak mengenalkan budaya sendiri dan dengan menumbuhkan rasa cinta kita terhadap

Tidak ada komentar:

Posting Komentar