A. Pengertian Dan Ciri Pokok Hakikat HAM
1. Pengertian
- HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia, sesuai dengan kodratnya (Kaelan: 2002).
- Menurut pendapat Jan Materson (dari komisi HAM PBB), dalam Teaching Human Rights, United Nations sebagaimana dikutip Baharuddin Lopa menegaskan bahwa HAM adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.
- John Locke menyatakan bahwa HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati. (Mansyur Effendi, 1994).
- Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”
2. Ciri Pokok Hakikat HAM
Berdasarkan beberapa rumusan HAM di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang beberapa ciri pokok hakikat HAM yaitu:
Berdasarkan beberapa rumusan HAM di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang beberapa ciri pokok hakikat HAM yaitu:
- HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun diwarisi. HAM adalah bagian dari manusia secara otomatis.
- HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik atau asal-usul sosial dan bangsa.
- HAM tidak bisa dilanggar. Tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM walaupun sebuah Negara membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggar HAM (Mansyur Fakih, 2003).
B. Perkembangan Pemikiran HAM
- Dibagi dalam 4 generasi, yaitu :
- Generasi pertama berpendapat bahwa pemikiran HAM hanya berpusat pada bidang hukum dan politik.
- Generasi kedua pemikiran HAM tidak saja menuntut hak yuridis melainkan juga hak-hak sosial, ekonomi, politik dan budaya.
- Generasi ketiga sebagai reaksi pemikiran HAM generasi kedua. Generasi ketiga menjanjikan adanya kesatuan antara hak ekonomi, sosial, budaya, politik dan hukum dalam suatu keranjang yang disebut dengan hak-hak melaksanakan pembangunan.
- Generasi keempat yang mengkritik peranan negara yang sangat dominant dalam proses pembangunan yang terfokus pada pembangunan ekonomi dan menimbulkan dampak negative seperti diabaikannya aspek kesejahteraan rakyat.
C. Ruang lingkup HAM
Ruang lingkup HAM meliputi;
1. Hak milik pribadi
2. Hak pribadi
3. Hak yang berhubungan dengan masalah perekonomian dan sosial
4. Hak sipil dan politik untuk ikut serta dalam masalah pemerintahan
Dan macam-macam hak asasi manusia yang pasti dimiliki oleh setiap manusia adalah
sebagai berikut;
1. Hak untuk hidup
2. Hak untuk mendapat pekerjaan
3. Hak kemerdekaan dan keamanan
4. Hak untuk diakui kepribadiannya menurut hukum
5. Hak untuk masuk atau keluar wilayah suatu negara
6. Hak untuk memiliki suatu benda
7. Hak untuk mengeluarkan pendapat
8. Hak bebas dalam memeluk agama
9. Hak untuk berdagang
10. Hak untuk mendapat pendidikan
11. Hak untuk turut serta dalam gerakan kebudayaan masyarakat
Dan masih banyak lagi.
D. SEJARAH INTERNASIONAL HAK ASASI MANUSIA
Umumnya
para pakar Eropa berpendapat bahwa lahirnya HAM dimulai dengan lahirnya
Magna Charta pada tahun 1215 di Inggris. Magna Charta antara lain
mencanangkan bahwa raja yang tadinya memiliki kekuasaan absolut (raja
yang menciptakan hukum, tetapi ia sendiri tidak terikat pada hukum),
menjadi dibatasi kekuasaannya dan mulai dapat dimintai
pertanggungjawaban di muka umum. Dari sinilah lahir doktrin raja tidak
kebal hukum lagi dan mulai bertanggungjawab kepada hukum. Sejak itu
mulai dipraktekkan kalau raja melanggar hukum harus diadili dan harus
mempertanggungjawabkan kebijakasanaannya kepada parlemen. Jadi, sudah
mulai dinyatakan dalam bahwa raja terikat kepada hukum dan
bertanggungjawab kepada rakyat, walaupun kekuasaan membuat Undang-undang
pada masa itu lebih banyak berada di tangan raja. Dengan demikian,
kekuasaan raja mulai dibatasi sebagai embrio lahirnya monarkhi
konstitusional yang berintikan kekuasaan raja sebagai simbol belaka.
Lahirnya Magna Charta ini kemudian diikuti oleh perkembangan yang lebih
konkret, dengan lahirnya “Bill of Rights” di Inggris pada tahun 1689.
Pada masa itu mulai timbul adagium yang intinya adalah bahwa manusia
sama di muka hukum (equality before the law). Adagium ini memperkuat
dorongan timbulnya negara hukum dan demokrasi. Bill of rights melahirkan
asas persamaan. Para pejuang HAM dahulu sudah berketatapan bahwa hak
persamaan harus diwujudkan betapapun beratnya resiko yang dihadapi
karena hak kebebasan baru dapat diwujudkan kalau ada hak persamaan.
Untuk mewujudkan semua itu, maka lahirlah teori Roesseau (tentang
contract social/perjanjian masyarakat), Motesquieu dengan Trias
Politikanya yang mengajarkan pemisahan kekuasaan guna mencegah tirani,
John Locke di Inggris dan Thomas Jefferson di Amerika dengan hak-hak
dasar kebebasan dan persamaan yang dicanangkannya.
Perkembangan
HAM selanjutnya ditandai dengan munculnya The American Declaration of
Independence yang lahir dari paham Roesseau dan Montesqueu. Jadi,
walaupun di Perancis sendiri belum dirinci apa HAM itu, tetapi di
Amerika Serikat lebih dahulu mencanangkan secara lebih rinci. Mulailah
dipertegas bahwa manusia adalah merdeka sejak di dalam oerut ibunya,
sehingga tidaklah logis bila sesudah lahir, ia harus dibelenggu.
Selanjutnya
pada tahun 1789 lahirlah The French Declaration, dimana hak-hak yang
lebih rinci lagi melahirkan dasar The Rule of Law. Antara lain
dinyatakah tidak boleh ada penangkapan dan penahanan yang semena-mena,
termasuk ditangkap tanpa alasan yang sah dan ditahan tanpa surat
perintah yang dikeluarkan oleh pejabat yang sah. Dinyatakan pula
presumption of innocence, artinya orang-orany yang ditangkap kemudian
ditahan dan dituduh, berhak dinyatakan tidak bersalah sampai ada
keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan ia
bersalah. Dipertegas juga dengan freedom of expression (bebas
mengelaurkan pendapat), freedom of religion (bebas menganut
keyakinan/agama yang dikehendaki), the right of property (perlindungan
terhadap hak milik) dan hak-hak dasar lainnya. Jadi, dalam French
Declaration sudah tercakup semua hak, meliputi hak-hak yang menjamin
tumbuhnyademokrasi maupun negara hukum yang asas-asasnya sudah
dicanangkan sebelumnya.
Perlu
juga diketahui The Four Freedoms dari Presiden Roosevelt yang
dicanangkan pada tanggal 6 Januari 1941, dikutip dari Encyclopedia
Americana, p.654 tersebut di bawah ini :
“The
first is freedom of speech and expression everywhere in the world. The
second is freedom of every person to worship God in his own way-every
where in the world. The third is freedom from want which, translated
into world terms, means economic understandings which will secure to
every nation a healthy peacetime life for its inhabitants-every where in
the world. The fourth is freedom from fear-which, translated into world
terms, means a worldwide reduction of armaments to such a point and in
such a through fashion that no nation will be in a position to commit an
act of physical agression against any neighbor-anywhere in the world.”
Semua
hak-hak ini setelah Perang Dunia II (sesudah Hitler memusnahkan
berjuta-juta manusia) dijadikan dasar pemikiran untuk melahirkan rumusan
HAM yang bersifat universal, yang kemudian dikenal dengan The Universal
Declaration of Human Rights yang diciptakan oleh PBB pada tahun 1948.
E. SEJARAH NASIONAL HAK ASASI MANUSIA
Deklarasi
HAM yang dicetuskan di Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 10
Desember 1948, tidak berlebihan jika dikatakan sebagai puncak peradaban
umat manusia setelah dunia mengalami malapetaka akibat kekejaman dan
keaiban yang dilakukan negara-negara Fasis dan Nazi Jerman dalam Perang
Dunia II.
Deklarasi
HAM sedunia itu mengandung makana ganda, baik ke luar (antar
negara-negara) maupun ke dalam (antar negara-bangsa), berlaku bagi semua
bangsa dan pemerintahan di negara-negaranya masing-masing. Makna ke
luar adalah berupa komitmen untuk saling menghormati dan menjunjung
tinggi harkat dan martabat kemanusiaan antar negara-bangsa, agar
terhindar dan tidak terjerumus lagi dalam malapetaka peperangan yang
dapat menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan. Sedangkan makna ke dalam,
mengandung pengertian bahwa Deklarasi HAM seduania itu harus senantiasa
menjadi kriteria objektif oleh rakyat dari masing-masing negara dalam
menilai setiap kebijakan yang dikelauarkan oleh pemerintahnya.
Bagi
negara-negara anggota PBB, Deklarasi itu sifatnya mengikat. Dengan
demikian setiap pelanggaran atau penyimpangan dari Deklarasi HAM sedunia
si suatu negara anggota PBB bukan semata-mata menjadi masalah intern
rakyat dari negara yang bersangkutan, melainkan juga merupakan masalah
bagi rakyat dan pemerintahan negara-negara anggota PBB lainnya. Mereka
absah mempersoalkan dan mengadukan pemerintah pelanggar HAM di suatu
negara ke Komisi Tinggi HAM PBB atau melalui lembaga-lembaga HAM
internasional lainnya unuk mengutuk bahkan menjatuhkan sanksi
internasional terhadap pemerintah yang bersangkutan.
Adapun
hakikat universalitas HAM yang sesungguhnya, bahwa ke-30 pasal yang
termaktub dalam Deklarasi HAM sedunia itu adalah standar nilai
kemanusiaan yang berlaku bagi siapapun, dari kelas sosial dan latar
belakang primordial apa pun serta bertempat tinggal di mana pun di muka
bumi ini. Semua manusia adalah sama. Semua kandungan nilai-nilainya
berlaku untuk semua.
F. Sejarah
LPHAM yang didirikan oleh H. J. C. Princen dan Yap Thiam Hien pada 29 April 1966sebenarnya
dipersiapkan untuk menghadang upaya sporadik pemerintah orde baru yang
melakukan pembunuhan, penangkapan dan tindakan kejahatan HAM lainnya
terhadap simpatisan anggota PKI dan
mereka yang dituduh PKI. Salah satu dari kerja besar LPHAM dalam
mengkoreksi tindakan merendahkan manusia itu antara lain desakan untuk
menghentikan pembunuhan massal di Purwodadi,Jawa Tengah yang di instruksikan Presiden Soeharto, M. Panggabean dan Surono tahun 1968. Walaupun protes ini berujung pada penangkapan, Direktur LPHAM, Princen, oleh Kopkamtib dengan tuduhan komunis, namun aksi pembantaian tersebut dihentikan.
Pada tahun yang sama LPHAM bersama Goenawan Muhammad, seorang wartawan menginvestigasi dan membuat laporan tentang pelanggaran HAM diPulau Buru. Laporan tersebut akhirnya menjadi bahan tulisan Amnesty Internasional.
Selanjutnya untuk menangani para korban PKI yang mengalami trauma
kejiwaannya, di tahun 1967, LPHAM menggagas berdirinya P3HB (Panitia
Pusat Pemulihan Hidup Baru) yang dikelola Yap Thiam Hien.
Sempat berganti 2 hingga 3 kali pengurus, lembaga yang membidani lahirnyaYLBHI (1970), INFIGHT (Indonesian Front for Defence of Human Rights, 1990),KontraS (1998)
dan beberapa lembaga advokasi lain, akhirnya dibadanhukumkan sekitar
tahun 1988 seiring dengan keinginan pemerintah mengendalikan LSM dengan
mengeluarkan UU Ormas 1985.
Dalam
perjalanan aktivitasnya, LPHAM merespon dan hampir terlibat seluruh isu
dan kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia. Dalam kasus Timor Timur ditahun 1990, advokasi LPHAM membawa Princen untuk menjadi tamu kehormatan Presiden Portugal Mario Soares dengan topik pembicaraan seputar 7 orang pemuda Tim-tim yang mencari suaka dan masa depan Timor Timur. LPHAM juga melobi Y.P. Pronk, Ketua IGGI untuk
menghentikan hutang luar negeri yang cenderung disalahgunakan
pemerintahan Soeharto. Tak terelakan lagi, LPHAM tumbuh menjadi
organisasi yang merekam hampir seluruh kejahatan kemanusiaan rezim orde
baru. Dari kasus tanah (1987-1996), buruh (1989-1990-an) hingga
penangkapan mahasiswa (1988). Dari kasus Papua (1975), Timtim (1975), Aceh (1989) hingga mendampingi para korban Peristiwa Priok yang di adili (1984-1986).
G. Contoh-Contoh Kasus Pelanggaran HAM
- Terjadinya penganiayaan pada praja STPDN oleh seniornya dengan dalih pembinaan yang menyebabkan meninggalnya Klip Muntu pada tahun 2003.
- Dosen yang malas masuk kelas atau malas memberikan penjelasan pada suatu mata kuliah kepada mahasiswa merupakan pelanggaran HAM ringan kepada setiap mahasiswa.
- Para pedagang yang berjualan di trotoar merupakan pelanggaran HAM terhadap para pejalan kaki, sehingga menyebabkan para pejalan kaki berjalan di pinggir jalan sehingga sangat rentan terjadi kecelakaan.
- Para pedagang tradisioanal yang berdagang di pinggir jalan merupakan pelanggaran HAM ringan terhadap pengguna jalan sehingga para pengguna jalan tidak bisa menikmati arus kendaraan yang tertib dan lancar.
- Orang tua yang memaksakan kehendaknya agar anaknya masuk pada suatu jurusan tertentu dalam kuliahnya merupakan pelanggaran HAM terhadap anak, sehingga seorang anak tidak bisa memilih jurusan yang sesuai dengan minat dan bakatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar